Evaluasi Tiga Bulan Masa Kampanye, Alhamdulillah Kalbar Tak Seperti DKI
DKI Jakarta contoh buruk penyelenggaraan Pilkada.
Betapa isu SARA diumbar secara vulgar. Saling fitnah dianggap bagian dari
strategi. Agama dipolitisir sedemikian rupa. Dampaknya, terjadi polarisasi
masyarakat. Dikira habis Pilkada, permainan SARA selesai. Malah menjadi-jadi
sampai sekarang. Parahnya lagi, ada yang mencoba menjadikan Pilkada DKI sebagai
model. Menjadi inspirasi daerah lain. Bahwa SARA bisa digunakan meraih
kekuasaan.
Apakah Pilgub Kalbar yang sedang berjalan juga
seperti DKI? Alhamdulillah, tiga bulan kampanye berjalan, Pilgub Kalbar tidak
meniru pesta demokrasi di ibukota Indonesia itu. Sebagai pemerhati media, orang
Kalbar jauh lebih cerdas. Tidak mudah percaya isu. Apalagi fitnah. Kemudian,
tidak menggunakan cara-cara curang. Termasuklah menggunakan isu SARA secara
vulgar.
Ada sih mencoba menyebar isu SARA. Begitu muncul
di medsos, langsung diskak. Dikeroyok ramai-ramai. Bahkan, ada yang dilaporkan
ke polisi. Seingat saya ada dua orang yang dilaporkan ke polisi. Di sini
membuktikan betapa cerdasnya rakyat di negeri ini. Mereka tak mau Kalbar
terusik dengan isu SARA.
Saya teringat ada yang mencoba menyudutkan salah
satu paslon di Instagram. Dia pasang gambar sebagai bukti ketidakberhasilan
paslon. Begitu muncul, langsung diskakmat netizen. Admin akun yang memasang
gambar itu, tak berkutik. Di-bully
seantero Kalbar. Semenjak itu, sang admin tak berani lagi muncul.
Rupanya, tindakan memposting gambar menyudutkan
paslon, dibalas dengan aksi serupa oleh pendukung paslon lain. Begitu muncul
aksi balasan, diskakmat lagi oleh netizen. Akhirnya, aksi balas-membalas
terhenti. Semenjak itu, saya belum pernah lagi menjumpai aksi saling menjatuhkan
pamor paslon di medsos.
Mungkin saja isu SARA dimainkan. Tapi, tidak
diumbar di medsos. Mereka mainkan di komunitas tertentu secara internal. Bukan
untuk expose. Hanya untuk internal. Tak
ada berani mengumbarnya keluar. Misal, ada memang mencoba mempolitisir agama.
Tapi, untuk kalangan internal. Tak masalah. Akan menjadi masalah bila diumbar
ke publik. Alhamdulillah, tak ada
video yang aneh-aneh beredar di publik terkait agama dipolitisir ini.
Saya malah senang dengan ritme Pilgub Kalbar.
Masing-masing paslon seperti beradu eksistensi. Setiap kali turun menyapa
masyarakat, mereka posting secara massif di medsos. Ada yang menyapa warga di
pasar, di sawah, di pelosok negeri. Apalagi di bulan puasa ini, mereka banyak
memposting acara buka puasa bersama masyarakat. Yang begini saya sangat demen.
Adem jadinya.
Memang ada saling sindir antarpaslon. Namun,
sindiran yang mereka layangkan masih tahap wajar. Lagian, saat menyindir, tidak
menyebut nama paslon. Di sini para paslon masih menjaga etika dan kesopanan.
Soal sindiran memang tak bisa terelakkan dalam dunia politik. Menurut saya,
sindiran itu wajar selama tidak menjatuhkan martabat. Ingat ya, jangan pula nak
jatuhkan martabat, tak enak dengarnya.
Berarti, Kalbar aman dong dari fitnah atau hoax?
Tidak juga sih. Fitnah dan hoax pasti ada. Cuma, tidaklah setinggi DKI. Sebagai
contoh. Seperti tulisan saya sebelumnya. Ada tokoh masyarakat mencoba menyebar
hoax berbau fitnah lewat WA. Sekitar 12 jam hoax itu menyebar, muncul bantahan
dari calon gubernur yang difitnah. Lewat video, sang calon gubernur membantah
hoax yang beredar luas. Di sini membuktikan, betapa cerdasnya rakyat Kalbar.
Begitu hoax muncul, langsung diskakmat ramai-ramai.
Hoax model seperti itu tetap akan muncul.
Mengingat masa pencoblosan bentar lagi. Biasanya, mendekati hari H, tensi
politik semakin tinggi. Segala cara akan dilakukan tim sukses untuk merebut
simpati rakyat. Segala jurus, taktik, dan strategi politik akan digunakan.
Sepanjang tidak memainkan isu SARA,
fine-fine saja. Sepanjang tidak menyebar hoax, oke-oke saja.
Tidak bisa dinafikan, selalu ada kecurangan dari
even politik. Kecurangan paling ditakuti, money
politic. Pemilih dikasih uang, sembako, atau bantuan material sebelum masa
pencoblosan. Dikasih cuma-cuma. Dengan syarat, pilih paslon pesanan. Banyak
yang mau pula. Bahkan, ada berharap money
politic. “Selama orang masih suka sama duit, money politic sulit dihentikan. Kecuali, orang sudah tak mau lagi
dengan duit.” Begitu kata orang di warung kopi.
Pernah saya tanya mahasiswa saya saat memberikan
kuliah. “Apakah kalian sudah punya pilihan?” tanya saya. “Sudah, Pak!” kata
mereka. “Coba yang sudah punya pilihan, angkat tangan,” pinta saya. Hampir
seluruhnya angkat tangan. Tandanya mereka sudah punya pilihan. Lalu, ada tiga
mahasiswa tak angkat tangan. Tandanya, belum punya pilihan atau masih ngambang.
“Kenapa belum punya pilihan?” tanya saya.
“Nunggu amplop, Pak!” jawab salah satu mahasiswa.
Masyaallah. Mahasiswa, kaum intelektual, masih
berharap amplop. Ini mahasiswa lho, bukan kaum pinggiran yang tingkat
pendidikannya rendah. Saya coba nasihati. “Jangan biasakan memilih berdasarkan
amplop. Pilihlah berdasarkan visi misi dan program kerja yang ditawarkan
paslon. Paham ndak!” Mahasiswa itu menjawab, paham. Verbalnya begitu. Tak
tahulah di lapangan nanti.
Money politic
sulit dihindarkan. Sepanjang banyak mau, money
politic tetap subur. Bawaslu sebagai wasit, dirasa belum mampu membendung
praktik kotor ini. Ada lapor praktik money
politic, paling yang kena pion. Tidak pernah kena rajanya. Belum ada paslon
selama Pilkada di Kalbar, dibatalkan pencalonannya atau didiskualifikasi
gara-gara money politic. Jurus
berkelit para penebar money politic
sangat lihai. Selalu ada cara mengelabui Bawaslu. Persoalan ini yang akan
menjadi isu besar jelang detik-detik pencoblosan.
Kiprah Bawaslu sangat ditunggu. Apakah mampu
meminimalisir praktik money politic?
Waktu yang sebentar lagi akan menjawabnya. Semoga saja Bawaslu mampu
menghentikan praktik kotor ini. Baiklah pembaca. Kurang lebih tiga bulan masa
kampanye berjalan. Alhamdulillah, Kalbar tidak mengikuti jejak kelam DKI.
Rakyat Kalbar semakin cerdas. Menjelang detik-detik pencoblosan, mari jaga rumah kita ini (Kalbar) dari praktik
politisasi SARA.*
0 Response to "Evaluasi Tiga Bulan Masa Kampanye, Alhamdulillah Kalbar Tak Seperti DKI"
Post a Comment