Pecah Juga Telur, Kepala Daerah Pertama Ditangkap KPK
![]() |
Polisi berjaga-jaga di rumah Bupati Bengkayang. Sumber: suarakalbar.co.id |
“Clear ya…!”
Sepatah kata yang saya share di grup
wartawan. Apa maksudnya? Berita terkait penangkapan Bupati Bengkayang,
Suryadman Gidot (SG) sudah jelas. Sejumlah media online ternama juga sudah
memuatnya. Tak ada lagi keraguan. Sekarang tinggal pengumuman resmi dari KPK.
Peristiwa OTT KPK terhadap SG, pertama kali di
Kalbar. Pertama kali menjerat kepala daerah atau bupati. Pecah juga telur.
Sudah 17 tahun KPK berdiri. Baru ini ada bupati di Kalbar dijebloskan ke
penjara.
“Akhernye
pecah juak tallok ye, Bang,” ujar jurnalis junior sambil ngopi di Gajah
Mada.
“Batol,
Bupati Bengkayang pemecah talloknye,” jawab saya.
“Biasenye
mun tallok dah pacah, akan ade tallok laing nyusol, Bang.”
“Mudahan
sebiji jak tallok yang pacah. Sebab, kepala daerah yang lain pasti ngamankan
direk.”
Sebuah percakapan santai dengan jurnalis junior. Peristiwa
OTT SG memang sedang viral. Tulisan saya yang di-share tadi malam sudah dibaca hampir lima ribu kali. Membuktikan
betapa warga Kalbar ingin tahu, apakah benar orang nomor satu di Bumi Sebalo
itu ditangkap. Awalnya memang meragukan. Tak ada sumber berita yang valid.
Begitu pagi-pagi saya buka WA, banyak kiriman berita dari media online
terpercaya dikirim kawan-kawan. Bahkan, surat kabar Suara Pemred menjadikan OTT
SG sebagai headline. Makanya, muncul
sepatah kata, “clear ya…!”
Sebelumnya, saya sering menulis bahwa Kalbar
bersih dari korupsi. Ukurannya, tidak ada kepala daerah ditangkap KPK. Bahkan,
saya mengajak kepala daerah lain untuk belajar ke Kalbar. Di saat KPK sibuk
menangkapi bupati, walikota, gubernur di daerah lain, Kalbar justru bersih.
Betapa hebohnya saat KPK menangkap Walikota Malang, Gubernur Sumut, Gubernur
Riau, dan sejumlah bupati di Pulau Jawa. Kalbar aman-aman saja. Bersih.
Bayangkan, sepanjang tahun 2018 ada 21 kepala
daerah dijebloskan ke penjara. Kalau diakumulasi dari 2004 sampai Juli 2019 ada 114 kepala daerah
diborgol. Pada tahun 2019, paling heboh penangkapan Gubernur Kepri, Bupati
Mesuji, Bupati Muara Enim. Dari deretan kepala daerah itu, tak satupun
menyentuh kepala daerah di Kalbar. Semua aman dan bersih.
Sayang, keperawanan Kalbar sebagai daerah paling
bersih korupsi, akhirnya ternoda. Tersobek oleh ulah SG. Telur akhirnya pecah
juga. Kalbar pun mulai “berdarah” oleh korupsi. Praktik korupsi benar-benar
nyata. Bukan lagi isapan jempol. Bukan lagi obrolan di warung kopi.
Akankah ada lagi kepala daerah di Kalbar yang
menyusul? Kalau bisa janganlah. Cukuplah SG saja. Kalau ada yang ketangkap
lagi, itu namanya kepala daerah pekak
lantak. Peristiwa SG harus dijadikan pelajaran. Sadar dirilah. Bila memang
selama ini sudah menerima suap, minta fee
dengan kontraktor, minta jatah ke pegawai yang minta jabatan, hentikanlah. Stop,
stop, sekali lagi stop!!! Sampai tiga kali saya tulis “stop”. Tandanya, praktik
haram itu harus dihentikan.
Sumber malapetaka kepala daerah dari suap. Seperti
saya sebutkan tadi, biasanya berupa fee
proyek. Kontraktor jadi sasarannya. Misal ada proyek jalan senilai Rp2 miliar.
Masa’ sang owner proyek tak dapat apa-apa. Kadang, proyek mau dimasukkan ke
mata anggaran, suap menyuap sudah terjadi. Kasihan juga kontaktor, sudah
dipalak duluan. Kalau tak nyuap, jangan harap dapatkan proyek. Coba perhatikan
peristiwa penangkapan kepala daerah, rata-rata ikut ditangkap kontraktor atau
pengusaha.
Selain suap dari proyek, jatah preman untuk kepala
daerah biasanya dari pemotongan anggaran. Misal bantuan dana desa. Prosedurnya
betul. Duit ditransfer ke rekening desa. Setelah dicairkan, ada semacam
kewajiban dari desa untuk setoran. Begitu juga bila ada bantuan lain. Semua
dibungkus rapi seolah-olah tak ada penyimpangan. Padahal, dalam praktiknya
harus ada sentoran.
Ada juga praktik jual beli jabatan. Bukan rahasia
lagi ini. Bila ingin menjadi kepala dinas, kepala bidang, atau jabatan lain,
siapkan dulu uang setoran. Jangan harap dapatkan posisi penting bila tak ada
uang pelicin. Memang tidak semua begitu. Namun, umumnya demikian. Bukan rahasia
lagi.
Banyak orang beranggapan jabatan kepala daerah
itu, enak. Di mana-mana dihormati, disanjung setinggi langit. Dipuja-puji.
Anggapan paling umum, kepala daerah itu banyak duitnya. Mana ada kepala daerah
miskin. Semua kaya raya. Cek saja kepala daerah di tempat kalian. Bandingkan
saja rumahmu dengan rumahnya. Belum lagi mobilnya, tanahnya, tabungannya,
investasinya. Pokoknya, kepala daerah itu pasti kaya raya. Karena anggapan ini,
banyak warga mengharapkan bantuannya. Macam-macam proposal masuk. Mulai dari
proposal pembangunan masjid, sekolah, pesantren, gereja, anak yatim, minta
bantuan tiket PP, minta bantu kegiatan ini dan itu. Itu yang dari masyarakat,
belum lagi dari LSM, partai politik, organisasi sosial, macam-macam deh. Belum
lagi ada pimpinan partai ke daerah, semua fasilitas harus disiapkan. Duit yang
didapatkan, seperti numpang lewat saja di dompet.
Penghasilan memang besar. Sabetan kanan kiri juga
ok. Namun, pengeluaran juga jauh lebih besar. Apalagi kalau sudah musim
politik. Seorang kepala daerah (incumbent)
harus menyiapkan banyak anggaran. Apakah cukup gaji dan tunjangan seorang
kepala daerah untuk melayani permintaan bawah, kanan, kiri, dan atas? Kalau
ditanya, apakah cukup, pasti jawabannya, tidak cukup. Tidak pernah cukup.
Dari https://inikata.com/2018/03/12/wow-gaji-bupati-dan-walikota-capai-rp732-juta-setiap-bulan/
disebutkan, gaji plus berbagai tunjangan seorang Bupati hanya Rp73,2 juta per
bulan. Bagi yang digaji di bawah lima juta, uang Rp73,2 juta sangat besar.
Tapi, selevel kepala daerah, uang segitu dipandang kecil. Hal ini mengingat
besarnya tuntutan dari masyarakat, sosial, politik. Lantas, dari mana seorang
kepala daerah membiayai banyak tuntutan tersebut. Cara yang paling sering
dipakai minta “jatah preman” ke kontraktor atau pengusaha. Memang tidak semua
kepala daerah demikian. Tapi, umumnya memang demikian. Wajar apabila banyak kontraktor besar selalu
dekat dengan kepala daerah. Kalau jauh, ya siap-siap nonton.
Dalam hal ini, mental kepala daerah harus kuat.
Kuat dari berbagai macam tekanan. Tekanan dari bawah, kanan, kiri, dan atas.
Syukur-syukur tidak dijadikan ATM oleh penegak hukum. Bila ini terjadi, berat
dah urusannya. Kasus hukum tetap aman selama ada uang. Bila setoran sudah tak
ada, siap-siap ditangkap. Ditangkap bila sudah tidak menjabat lagi.
Walaupun banyak kepala daerah ditangkap KPK, tidak
menyurutkan orang untuk menjadi gubernur, bupati dan walikota. Tengok saja
tahun depan, musim Pilkada serentak. Orang akan berjubel daftar. Tandanya,
jabatan kepala daerah masih sangat menggiurkan walau di bawah bayang-bayang
KPK. Anda mau jadi kepala daerah, silakan daftar! Clear ya…!
0 Response to "Pecah Juga Telur, Kepala Daerah Pertama Ditangkap KPK "
Post a Comment